Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang berarti perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain (M. Iman Santoso, 2004). Ada istilah emigratio yang memiliki arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju wilayah atau negara lain. Sebaliknya istilah immigratio dalam bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk ke dalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu menyangkut hal yang sama yaitu perpindahan penduduk antarnegara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah kenegara lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa emigrasi, namun bagi negara yang didatangi orang tersebut sebagai peristiwa imigrasi.
Konferensi internasional tentang emigrasi dan imigrasi, tahun 1924 di Roma memberikan definisi imigrasi sebagai suatu: “Human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence.” (Gerak pindah manusia memasuki suatu negeri dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana).
Ketika muncul konsep negara dan kedaulatan atas suatu wilayah tertentu, maka, dalam melakukan perlintasan antarnegara, digunakan paspor yang secara harfiah berarti melewati (pintu masuk) pelabuhan. Paspor adalah pas atau izin melewati pelabuhan atau pintu masuk, yang berasal dari kata to pass yaitu melewati, dan port yaitu pelabuhan atau pintu masuk. Paspor ini biasanya memuat identitas kewarganegaraan pemegangnya. Oleh karena itu negara yang mengeluarkan berkewajiban memberi perlindungan hukum dimana pun kepada pemegang berada. Selain itu di dalam paspor dicantumkan kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan pemegang paspor berlalu secara leluasa, memberi bantuan, dan perlindungan kepadanya di dalam melintasi batas suatu negara.
Kemudian di dalam rangka menyeleksi orang asing yang ingin masuk dan melakukan perjalanan ke negara lain, dibutuhkan visa. Istilah visa berasal dari kata Latin visum yang artinya laporan atau keterangan telah diperiksa. Kemudian, istilah visa dipergunakan sebagai istilah teknis di bidang keimigrasian yang artinya adalah cap atau tanda yang diterakan pada paspor, yang menunjukkan telah diperiksa dan disetujui oleh pejabat negara tujuan, di luar negeri, untuk memasuki negara asal pejabat negara asing itu. Pemeriksaan paspor dan visa yang tercantum di dalamnya merupakan bagian dari proses keimigrasian pada saat kedatangan orang asing di suatu negara. Dalam pernyatan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batas-batas tiap negara dan setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri dan berhak kembali kenegerinya sendiri.
Keimigrasian menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 9/1992) adalah hal-ihwal lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Indonesia.
Dengan menggunakan pendekatan gramatikal (tata bahasa) dan pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata) definisi keimigrasian dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara ihwal diartikan sebagai perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan sebagai berbagai keadaan, peristiwa, atau kejadian.
- Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dengan tempat lain, hilir mudik, bolak-balik.
Dengan demikian, menurut UU No. 9/92 terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu:
a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang keluar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia.
Mengacu pada konsepsi wawasan nusantara yang antara lain menyatakan bahwa batas teritorial negara Indonesia merupakan satu kesatuan geografis baik itu berupa daratan, lautan, dan udara. Berdasarkan batas-batas teritorial negara Republik Indonesia yang diakui secara internasional maka timbal yurisdiksi hukum Indonesia atas setiap orang, benda, dan perbuatan yang berada dan terjadi dibawah dan di atas wilayah Indonesia. Operasionalisasi konsep wawasan nusantara dikaitkan dengan batas-batas teritorial ini sesuai dengan prinsip umum hukum internasional yang dikemukakan oleh Lord Macmillan yang menyatakan:
“Adalah statu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, sepeti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap orang,benda,dan perbuatan dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbal di dalam perbuatan batas-batas teritorial ini.”
Demikian pula dari sudut pandang keimigrasian bahwa dalam lingkup batas-batas teritorial, keimigrasian berfungsi untuk meminimalisasikan dampak negatif dan mendorong dampak positif dari yurisdiksi sementara (transient jurisdiction) yang timbal akibat keberadaan orang asing yang bersifat sementara itu selama berada dalam wilayah Indonesia. Peran keimigrasian seketika muncul saat orang asing melintasi batas wilayah Indonesia. Oleh karena itu fungsi keimigrasian dapat berada di darat,laut,dan udara wilayah Indonesia. Ada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk atau keluar (entry point/border crossing).
Pada tempat-tempat itu dilakukan clearance yang secara universal dilaksanakan oleh Immigration (imigrasi) juga disertai fungsi-fungsi lainnya seperti Custom (Bea dan Cukai) dan Quarrantine (karantina), yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu perlintasan. Imigrasi untuk clearance perlintasan manusia, Bea Cukai untuk clearance perlintasan kesehatan manusia,hewan,dan tumbuhan. Fungsi-fungsi ini secara internasional dikenal sebagai CIQ (Custom, Imigration, Quarrantine) dan merupakan fungsi-fungsi pokok di wilayah lintas batas territorial. Di samping juga melihat adanya fungĂs kepolisian dan militer yang keadaan normal bekerja sebagai fungsi supporting system. Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban, sedangkan militer fungsi pertahanan. Contoh dalam pemeriksaan kapal yang berlabuh pada perairan pedalaman Indonesia sebelum menaikkan dan menurunkan orang atau barang harus terlebih dulu menaikkan bendera “N” yang berarti mempersilahkan petugas imigrasi mengadakan clearance. Tanpa clearance dari imigrasi, maka setiap orang yang Turun dari kapal dianggap secara tidak sah memasuki wilayah Indonesia dan atas tindakan itu diancam pidana. Apabila clearance telah selesai selanjutnya diikuti clearance oleh Custom dan Quarrantine. Dalam pandangan teknis imigratoir, immigration clearance diartikan sebagai penyelesaian pendaratan pada saat perlintasan di entry point (dengan pengertian pendaratan masuk atau pendaratan keluar).
Ada suatu pandangan yang salah yang beranggapan bahwa fungsi keimigrasian hanya dilakukan di pelabuhan udara atau pelabuhan laut saja. Hal ini disebabkan kita terbiasa melihat petugas imigrasi hanya bertugas pada kedua tempat itu saja. Pengertian batas teritorial negara dari sudut pandang keimigrasian, secara geografis dapat dibagi dalam pengertian:
Batas garis wilayah teritorial “luar”, yaitu batas teritorial negara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan merupakan batas-batas garis wilayah negara Indonesia yang telah ditetapkan dan diakui secara internasional sebagai batas teritorial “luar” berdasarkan: (1) UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia; (2) UU No.7/1973 tentang Landas Kontinen; (3) UU RI No.6 thn.1973 tanggal 8 Desember 1973 tentang batas antara Indonesia dengan Papua New Guniea; (4) Keppres No.89 thn.1969 tanggal 5 November 1969 tentang Batas antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam ruang lingkup ini fungsi keimigrasian pada dasarnya mempunyai tugas untuk mengamati,mengatur,dan menjaga seluruh pelintasan manusia baik masuk maupun keluar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Contoh pelintasan perbatasan darat di Entikong, Kalimantan Barat atau perlintasan laut di Kepulauan Natuna-Riau, secara fisik kedua tempat tersebut berada pada garis batas teritorial negara.
Batas garis wilayah teritorial “dalam”, yang dimaksud di sini adalah batas-batas yang terdapat di dalam area pelabuhan laut atau udara internasional yang memisahkan wilayah internasional dengan wilayah nasional. Contoh: Pada pelabuhan udara internasional seperti Bandara Sukarno Hatta-Jakarta atau Bandara Juanda-Surabaya,atau pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta terdapat batas yang secara fisik berbentuk sebuah garis kuning (a yellow line) atau dikenal sebagai immigration line yang terdapat di depan arrival atau departure immigration counter. Di belakang garis kuning itu sampai pada pintu pesawat dapat diartikan sebagai wilayah internasional (international area atau sterile area) dan dalam pesawat/kapal laut berlaku hukum negara di mana pesawat itu terdaftar.
Dalam perspektif keimigrasian setiap orang dianggap telah melewati garis wilayah perbatasan teritorial ketika telah melewati pemeriksaan keimigrasian untuk memproses pendaratan bagi setiap pelintasan baik masuk maupun keluar. Pelabuhan udara atau laut secara fisik kedua titik tersebut berada di dalam garis wilayah batas teritorial suatu negara dan merupakan bagian dari wilayah darat atau wilayah perairan pedalaman yang sepenuhnya bagian dari yurisdiksi negara. Namun berdasarkan konvensi internasional disepakati bahwa di dalam suatu pelabuhan udara atau laut internasional terdapat wilayah internasional yang berfungsi sebagai sterile area, hanya orang yang telah melewati immigration clearance yang dapat masuk atau keluar melintasi garis kuning (immigration line).
Wednesday, June 3, 2009
Apakah Imigrasi itu????
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment